MANOKWARI, Kumparanpapua.com– Komunitas Toraja Lahir Besar Manokwari (TOLABEMA) menggelar Seminar Budaya Nasional di Tongkonan Sangulele Sangtorayaan Manokwari, Sabtu (30/8/2025).
Kegiatan ini dibuka oleh Gubernur Papua Barat yang diwakili Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Edward Toansiba. Hadir pula Bupati Manokwari yang diwakili Kepala Dinas Pariwisata, Immanuel Pangaribuan, Ketua IKT Kabupaten Manokwari, Sekretaris IKT Papua Barat, para pemateri seminar, serta puluhan peserta.
Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Papua Barat menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan budaya dari Sabang sampai Merauke. Budaya, kata dia, merupakan jati diri bangsa sekaligus warisan leluhur yang wajib dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerus.
“Papua Barat dihuni berbagai etnik, baik asli Papua seperti suku Arfak, Biak Numfor, Aifat, Baham, Wandamen, Wamesa, maupun pendatang dari luar Papua seperti Bugis, Jawa, Makassar, Batak, Maluku, dan Toraja. Keberagaman ini melahirkan nilai budaya lokal yang luhur,” jelasnya.
Ia menekankan, arus modernisasi membuat sebagian generasi muda lebih tertarik pada budaya luar dan mulai meninggalkan kearifan tradisional. Padahal, nilai-nilai budaya leluhur sarat dengan etika, filosofi kehidupan, serta kearifan lokal yang relevan sepanjang zaman.
Untuk itu, ia mendorong adanya kegiatan edukatif dan sosialisasi seperti yang dilakukan TOLABEMA. “Kegiatan ini bukan hanya seremonial, tetapi harus menjadi aksi nyata pelestarian budaya. Generasi muda perlu memahami nilai-nilai luhur dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Senada, Bupati Manokwari melalui Kadis Pariwisata, Immanuel Pangaribuan, menyampaikan bahwa rumah adat memiliki makna lebih dari sekadar bangunan. Ia adalah simbol identitas budaya dan nilai luhur leluhur.
“Tongkonan Sangulele Sangtorayaan tempat kita berkumpul hari ini adalah ikon kebanggaan masyarakat Toraja di Manokwari. Saya berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran untuk melestarikan rumah adat sebagai identitas dan jati diri bangsa,” ucapnya.
Ia pun mengapresiasi TOLABEMA yang konsisten menggelar kegiatan kebudayaan. Menurutnya, keberadaan komunitas ini sangat penting untuk memperkuat pelestarian budaya Toraja di Manokwari.
Sementara itu, Ketua TOLABEMA, Ronald Ampulembang, menegaskan bahwa sebagai anak Toraja yang lahir dan besar di Manokwari, ia bangga memiliki dua warisan budaya besar: Rumah Adat Tongkonan milik Toraja dan Rumah Kaki Seribu milik suku Arfak.
Menurutnya, Tongkonan bukan sekadar rumah, tetapi pusat kehidupan masyarakat Toraja, simbol persatuan keluarga, penghormatan leluhur, dan gotong royong. Sementara Rumah Kaki Seribu yang berdiri di atas banyak tiang, melambangkan kuatnya persaudaraan, harmoni dengan alam, serta kebijaksanaan menjaga lingkungan.
“Dua rumah adat ini sama-sama mengajarkan kita nilai penting: Tongkonan tentang persatuan dan penghormatan leluhur, sedangkan Kaki Seribu tentang persaudaraan dan kebersamaan. Di era modern, nilai-nilai ini sangat relevan,” ujar Ronald.
Ia menekankan bahwa rumah adat tidak boleh dipandang hanya sebagai peninggalan fisik, tetapi juga sebagai sumber inspirasi, pendidikan budaya, dan jati diri bangsa.
Melalui seminar ini, peserta diajak memahami filosofi dan makna rumah adat sebagai identitas budaya. Ronald berharap ilmu dan wawasan yang diperoleh dapat menjadi bekal berharga dalam kehidupan bermasyarakat.
“Kita butuh persatuan dalam keberagaman, dan kita butuh kearifan untuk menjaga alam. Mari kita jadikan rumah adat bukan hanya bangunan warisan, tetapi sumber inspirasi untuk membangun bangsa,” pungkasnya. (KP/03)