MANOKWARI,Kumparanpapua.com- Sidang perdana kasus tindak pidana korupsi dana hibah Pilkada Fakfak diwarnai protes oleh Patrix Barumbun Tangdirerung,S.H salah satu kuasa hukum dari terdakwa Yonathan Christian Mangampa dan Ocen Wairoy.
Aksi protes itu dilakukan Patrix pada sidang perdana Selasa (6/6) lalu seraya mengacungkan KTP kliennya, lantaran dalam identitas terdakwa maupun dalam uraian dakwaan JPU selalu menyebut nama orang tua kedua terdakwa di belakang nama terdakwa.
“Untuk materi dakwaan, kami dan para terdakwa berpikir sebaiknya dilanjutkan ke tahap pemeriksaan. Tapi soal identitas terdakwa kami sampaikan langsung bahwa kami keberatan sebab nama orang tua (ayah) para terdakwa selalu diterapkan di belakang nama terdakwa, tidak ada hubungannya. Bukan hanya dalam bagian identitas terdakwa tetapi juga dalam uraian dakwaan, ini maksudnya apa?” kata Patrix saat dipersilahkan menanggapi dakwaan.
Menurut Patrix yang membela para terdakwa bersama advokat senior Papua Barat, Erwin Rengga, S.H, pihaknya akan melihat pencantuman nama orang tua terdakwa itu sekadar sebagai clerical error, seandainya itu dilakukan sekali saja.
Tetapi disayangkan karena hal tersebut konsisten dilakukan oleh JPU hingga dalam uraian dengan penyebutan berkali-kali dan terhadap dua kliennya sehingga seolah-olah ada tendensi khusus.
Menurut Patrix hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 143 ayat 2 KUHAP mengenai dakwaan yang cukup menerakan nama lengkap terdakwa yang dapat dilihat di KTP.
“Penyebutan nama ayah untuk mempertegas nazab subjek hukum adalah kelaziman yang dilakukan dalam beracara di Pengadilan Agama. Tapi ini pengadilan Tipikor bukan pengadilan agama, ini KTP klien kami, nama lengkapnya tidak sesuai dengan yang tertera di dalam dakwaan,” tegasnya sembari memperlihatkan KTP Yonathan Christian Mangampa, yang dalam dakwaan JPU selalu ditulis Yonathan Christian Mangampa,SE anak dari Pieter Mangampa.
Keberatan yang sama disampaikan oleh Ochen Waroy, mantan Sekretaris KPU Fakfak. Ia mengatakan, biarlah dirinya yang menghadapi proses hukum. “Orang tua kami sudah meninggal dan tidak ada kaitannya dengan perkara ini yang mulia,” ujarnya tenang kepada majelis hakim, lantaran namanya ditulis dan selalu disebut dalam uraian sebagai Ocen Wairoy, SE.MM bin Moksen Wairoy.
Usai mendengar keberatan penasehat hukum dan para terdakwa, ketua majelis hakim Berlinda Ursula Mayor, SH.,L.L.M juga menegur JPU karena penyebutan orang tua terdakwa. “Dari tadi saya sudah cermati, saya juga mau sampaikan itu. Kami akan catat keberatan dari penasehat hukum terdakwa,” katanya.
Sebelumnya dalam dakwaan, Keduanya terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair : Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
OW dan CM sebagai tersangka setelah keluarnya hasil perhitungan kerugian negara dana hibah untuk KPU tahun 2019 penyelenggaraan Pilkada 2020.
Dana hibah yang diperoleh oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Fakfak diperuntukkan pembiayaan dalam Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Fakfak Tahun 2020 yang diatur dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemerintah Daerah dan Pemkab Fakfak.
Hasil penyidikan yakni pemeriksaan saksi-saksi baik itu dari KPU sebanyak 16 saksi, 3 saksi dari BPKAD, dan 11 saksi dari pihak ketiga dengan total 30 saksi serta barang bukti yang telah dilakukan penyitaan sebanyak 527 dokumen. Diduga, terdapat kegiatan-kegiatan yang fiktif dalam pengelolaan dana hibah itu dan telah dilakukan mark-up dimana pertanggungjawaban dana hibah tidak didukung dengan bukti.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan dua pekan kedepan.(KP/01)